Info Lingkungan
Our Story
Dampak Sosial Ekonomi Perusahaan Sawit Di Indonesia
Pada tahun 1935 Indonesia menjadi pemimpin sawit di dunia. 75 tahun kemudian Malaysia mengambil alih posisi tersebut dengan luas lahan lebih dari 100 kali lipat lahan Indonesia pada 1935. Walaupun minyak sawit saat ini hanya menyumbang kurang dari 5% produksi biodiesel dunia, tetapi permintaan akan minyak sawit diperkirakan akan meningkat karena seperti kita tahu kebijakan yang ada saat ini lebih mengarah pada meningkatkan penggunaan bio fuel (World Growth Palm Oil Develompent Campaign, 2011). Adanya perusahaan sawit, membentuk pola hubungan baru antara penduduk sekitar dengan pemilik perusahaan. Hubungan tersebut dapat dilihat dari dari sisi sosial dan ekonomi.
Menurut ulasan jurnal Sosio Economic Impact Assesment of palm oil production-World Agroforestry Center- Brief No. 27 tahun 2012, Dampak yang perlu mendapat perhatian diantaranya dampak dalam level desa/perkampungan dan level rumah tangga. Dalam radius 20 km, 7,9% desa yang ada menggantungkan perekonomian pada minyak sawit. Desa yang bergantung pada aktifitas sawit, mengalami pengurangan angka gizi buruk. Selain itu, tingkat migrasi penduduk yang masuk ke area tersebut semakin tinggi dan didominasi oleh migrasi masuk penduduk berjenis kelamin laki laki. Namun demikian, angka kematian dan kelahiran jika dibandingkan dengan desa yang tidak menggantungkan kegiatan ekonominya pada sawit dapat digolongkan sama.
Desa yang menggantungkan ekonominya pada perkebunan sawit cenderung menunjukkan perbaikan pada infrastruktur fisik, financial dan kualitas sumberdaya manusia sebagai modal pembangunan. Lebih dari 18% jumlah rumah tangga yang berada di kawasan perkebunan sawit berhasil meningkatkan pendapatan riil mereka 2 sampai 3 kali lipat setelah 5 tahun menekuni usaha berkebun sawit. Sekitar 35% berhasil meningkatkan pendapatan mereka antara 4-13 kali setelah 5 sampai 10 tahun menekuni usaha berkebun sawit dan sekitar 45% yang berhasil meningkatkan pendapat mereka sekitar 22-25 kali lipat setelah melakukan usaha berkebun sawit selama lebih dari 10 tahun.
Pertumbuhan jumlah koperasi pada area yang menggantungkan kelapa sawit sebagai komoditi utamanya terjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan area yang tidak menggantungkan kelapa sawit sebagai komoditi utamanya. Survey terhadap rumah tangga yang dilakukan pada 225 warga lokal (asli setempat) dan 231 warga pendatang mengungkapkan bahwa warga pendatang memiliki lahan sawit lebih banyak daripada penduduk asli dengan perbandingan 470 plot berbanding 351 plot. rata rata area per plot yang dimiliki warga pendatang juga lebih banyak daripada warga lokal dengan perbandingan 3 hektar per plot berbanding 2.1 hektare per plot.
Perusahaan sawit umumnya memiliki lokasi perkebunan dan pabrik di remote area. Sekitar remote area tersebut cenderung mengalami perubahan struktur sosial. Perubahan tersebut dapat saja terjadi karena masuknya individu baru dengan kebiasaan baru. Hal ini perlu diwaspadai karena dapat mempengaruhi pola sosial yang sudah terbentuk sebelumnya. Perubahan pola sosial akan mempengaruhgi karakteristik suatu masyarakat di perkampungan.
Dalam analisis lain, jumlah karakteristik lain dari perkampungan bisa saja di pengaruhi oleh :
- Adanya pasar terkait jual beli sawit, sehubungan dengan pembangunan pabrik kelapa sawit.
- Kebagai program yang umumnya selalu ada dengan paket program transmigrasi.
- Karakteristik bentang alam dan kultur sosial.
- Sistem kepemilikan lahan yang muncul (misalnya SKT semakin bertambah).
- Karakteristik biofisik.
Dapat kita ambil gambaran umum bahwa kehadiran sawit turut mempengaruhi cara pandang penduduk sekitar. Sebagai contoh, masyarakat sekitar akan cenderung berubah untuk lebih memilih menanam sawit daripada tanaman lain (Siradjuddin, 2015). Selain itu, harga tanah di sekitar lokasi perkebunan sawit cenderung naik dari sebelumnya (Darwis, 2015).
Kesimpulan
- Indonesia merupakan “pemain lama” di sektor perkebunan sawit.
- Efek yang diberikan oleh aktifitas perkebunan sawit dapat mempengaruhi pola sosial dan ekonomi masyarakat sekitar
- Efek positif terhadap pola ekonomi diantaranya adalah meningkatnya infrastruktur pedesaan, kualitas sumberdaya manusia meningkat, harga property seperti tanah cenderung naik, angka gizi buruk menurun, meningkatnya roda perekonomian massal seperti bertambahnya koperasi, dan pendapatan warga yang melakukan aktifitas penanaman sawit meningkat hingga mencapai 25 kali lipat.
- Efek negatif terhadap pola ekonomi yang muncul adalah perubahan cara pandang masyarakat yang hanya bertumpu pada perkebunan sawit tanpa adanya alternative kegiatan usaha lain. Sehingga jika sewaktu waktu aktfitas pabrik sawit terganggu, maka ekonomi global di kawasan desa sekitar perusahaan rentan mengalami gangguan.
- Efek negatif terhadap pola sosial adalah hubungan tradisional yang sebelumnya sudah terbentuk, akan cenderung menjadi hubungan yang ke-“kota-kotaan”. Hubungan yang lebih menekankan pada individualistis dan ekonomi. Seperti hubungan pemilik modal dan pekerja. Hal ini perlu diwaspadai apalagi dengan banyaknya pendatang yang berasal dari luar wilayah sekitar dan memiliki lahan lebih banyak daripada warga lokal.
- Efek positif terhadap pola sosial adalah penduduk lokal memiliki wawasan yang luas karena berinteraksi dengan warga diluar wilayahnya, infrastruktur semakin baik sehingga memudahkan akses ke dunia luar mialnya penggunaan Handphone, internet dan televise, selain itu terkait dengan sumberdaya, semakin banyak penduduk yang menyekolahkan anaknya sampai jenjang perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Budidarsono, Suseno, 2012, “Sosio Economic Impact Assesment Of Palm Oil Production”, World Agroforestry Center– Brief No. 27.
Anonim, 2011, “The Economic Benefit of Palm Oil to Indonesia”, World Growth Palm Oil Develompent Campaign.
Siradjuddin, Irsyadi 2015. “Dampak Perkebunan Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Wilayah Di Kabupaten Rokan Hulu”. Jurnal Agroteknologi, Vol. 5 No. 2, Februari 2015 : 7-14.
Darwis, Ichsan. 2015. “Dampak Keberadaan Perusahaan Kelapa Sawit Terhadap Kesejahteraan Sosial Masyarakat Didesa Bulu Mario Kabupaten Mamuju Utara”. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.